SELAMAT DATANG
di situs santri slenge'an

Kamis, 14 Juli 2011

Malam Nisfu Sya’Ban atauMalam ke-15 pada bulanSya’Ban

Suatu malam rasulullah salat,
kemudian beliau bersujud
panjang, sehingga aku
menyangka bahwa Rasulullah
telah diambil, karena curiga maka
aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak.
Setelah Rasulullah usai salat
beliau berkata: “Hai A’isyah
engkau tidak dapat bagian?”.
Lalu aku menjawab: “Tidak ya
Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka
Rasulullah telah tiada) karena
engkau bersujud begitu lama”.
Lalu beliau bertanya: “Tahukah
engkau, malam apa sekarang
ini”. “Rasulullah yang lebih tahu”, jawabku. “Malam ini
adalah malam nisfu Sya’ban,
Allah mengawasi hambanya pada
malam ini, maka Ia memaafkan
mereka yang meminta ampunan,
memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan
menyingkirkan orang-orang yang
dengki” (H.R. Baihaqi) * * * * *
Pada malam tanggal 15 Sya’ban
(Nisfu Sya’ban) telah terjadi
peristiwa penting dalam sejarah
perjuangan umat Islam yang
tidak boleh kita lupakan sepanjang masa. Di antaranya
adalah perintah memindahkan
kiblat salat dari Baitul Muqoddas
yang berada di Palestina ke
Ka’bah yang berada di Masjidil
Haram, Makkah pada tahun ke delapan Hijriyah.Sebagaimana kita
ketahui, sebelum Nabi Muhammad
hijrah ke Madinah yang menjadi
kiblat salat adalah Ka’bah.
Kemudian setelah beliau hijrah ke
Madinah, beliau memindahkan kiblat salat dari Ka’bah ke Baitul
Muqoddas yang digunakan orang
Yahudi sesuai dengan izin Allah
untuk kiblat salat mereka.
Perpindahan tersebut
dimaksudkan untuk menjinakkan hati orang-orang Yahudi dan
untuk menarik mereka kepada
syariat al-Quran dan agama yang
baru yaitu agama tauhid.Tetapi
setelah Rasulullah saw
menghadap Baitul Muqoddas selama 16-17 bulan, ternyata
harapan Rasulullah tidak
terpenuhi. Orang-orang Yahudi di
Madinah berpaling dari ajakan
beliau, bahkan mereka
merintangi Islamisasi yang dilakukan Nabi dan mereka telah
bersepakat untuk menyakitinya.
Mereka menentang Nabi dan
tetap berada pada kesesatan. Karena itu Rasulullah saw
berulang kali berdoa memohon
kepada Allah swt agar
diperkenankan pindah kiblat
salat dari Baitul Muqoddas ke
Ka’bah lagi, setelah Rasul mendengar ejekan orang-orang
Yahudi yang mengatakan,
“Muhammad menyalahi kita dan
mengikuti kiblat kita. Apakah
yang memalingkan Muhammad
dan para pengikutnya dari kiblat (Ka’bah) yang selama ini mereka
gunakan?” Ejekan mereka ini dijawab oleh
Allah swt dalam surat al Baqarah
ayat 143: Dan kami tidak menjadikan kiblat
yang menjadi kiblatmu, melainkan
agar kami mengetahui siapa yang
mengikuti Rasul dan siapa yang
membelot… Dan pada akhirnya Allah
memperkenankan Rasulullah saw
memindahkan kiblat salat dari
Baitul Muqoddas ke Ka’bah
sebagaimana firman Allah dalam
surat al-Baqarah ayat 144. Diantara kebiasaan yang
dilakukan oleh umat Islam pada
malam Nisfu Sya’ban adalah
membaca surat Yasin tiga kali
yang setiap kali diikuti doa yang
antara lain isinya adalah: “Ya Allah jika Engkau telah
menetapkan aku di sisi-Mu dalam
Ummul Kitab (buku induk) sebagai
orang celaka atau orang-orang
yang tercegah atau orang yang
disempitkan rizkinya maka hapuskanlah ya Allah demi
anugerah-Mu, kecelakaanku,
ketercegahanku, dan kesempitan
rizkiku..” Bacaan Yasin tersebut dilakukan
di masjid-masjid, surau-surau
atau di rumah-rumah sesudah
salat maghrib. Sebagian dari orang-orang yang
mengaku ahli ilmu telah
menganggap ingkar perbuatan
tersebut, menuduh orang-orang
yang melakukannya telah
berbuat bid’ah dan melakukan penyimpangan terhadap agama
karena doa dianggap ada
kesalahan ilmiyah yaitu meminta
penghapusan dan penetapan dari
Ummul Kitab. Padahal kedua hal
tersebut tidak ada tempat bagi penggantian dan perubahan. Tanggapan mereka ini kurang
tepat, sebab dalam syarah kitab
hadist Arbain Nawawi
diterangkan bahwa takdir Allah
swt itu ada empat macam: Takdir yang ada di ilmu Allah.
Takdir ini tidak mungkin dapat
berubah, sebagaimana Nabi
Muhammad saw bersabda: “Tiada
Allah mencelakakan kecuali orang
celaka, yaitu orang yang telah ditetapkan dalam ilmu Allah Taala
bahwa dia adalah orang celaka.” Takdir yang ada dalam Lauhul
Mahfudh. Takdir ini mungkin
dapat berubah, sebagaimana
firman Allah dalam surat ar-
Ra’du ayat 39 yang berarti:
“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan
apa yang dikehendaki, dan di
sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab
(Lauhul Mahfudz).” Dan telah
diriwayatkan dari Ibnu Umar,
bahwa beliau mengucapkan dalam doanya yaitu “Ya Allah jika
engkau telah menetapkan aku
sebagai orang yang celaka maka
hapuslah kecelakaanku, dan
tulislah aku sebagai orang yang
bahagia”. Takdir dalam kandungan, yaitu
malaikat diperintahkan untuk
mencatat rizki, umur, pekerjaan,
kecelakaan, dan kebahagiaan
dari bayi yang ada dalam
kandungan tersebut. Takdir yang berupa penggiringan
hal-hal yang telah ditetapkan
kepada waktu-waktu yang telah
ditentukan. Takdir ini juga dapat
diubah sebagaimana hadits yang
menyatakan: “Sesungguhnya sedekah dan silaturrahim dapat
menolak kematian yang jelek dan
mengubah menjadi bahagia.”
Dalam salah satu hadits Nabi
Muhammad saw pernah
bersabda, “Sesungguhnya doa dan bencana itu diantara langit
dan bumi, keduanya berperang;
dan doa dapat menolak bencana,
sebelum bencana tersebut
turun.” Nabi Muhammad saw pada malam
Nisfu Sya’ban berdoa untuk
para umatnya, baik yang masih
hidup maupun mati. Dalam hal ini
Sayidah Aisyah RA meriwayatkan
hadits: “Sesungguhnya Nabi Muhammad
saw telah keluar pada malam ini
(malam Nisfu Sya’ban) ke
pekuburan Baqi’ (di kota
Madinah) kemudian aku
mendapati beliau (di pekuburan tersebut) sedang memintakan
ampun bagi orang-orang
mukminin dan mukminat dan para
syuhada.” Banyak hadits yang diriwayatkan
oleh Ahmad bin Hanbal, at-
Tirmidzi, at-Tabrani, Ibn Hibban,
Ibn Majah, Baihaqi, dan an-Nasa’i
bahwa Rasulullah saw
menghormati malam Nisfu Sya’ban dan memuliakannya
dengan memperbanyak salat,
doa, dan istighfar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar