SELAMAT DATANG
di situs santri slenge'an

Minggu, 06 Maret 2011

Fadhilah Sholat Dhuha

Didalam Surah Adh-Dhuha Allah swt
bersumpah dengan waktu dhuha
dan waktu malam: “Demi waktu
matahari sepenggalahan naik, dan
demi malam apabila telah
sunyi. ” (QS. 93:1-2). Pernahkah
terlintas dalam benak kita mengapa
Allah swt sampai bersumpah pada
kedua waktu itu?. Beberapa ahli
tafsir berpendapat bahwa kedua
waktu itu adalah waktu yang utama
paling dalam setiap harinya.
Pada waktu itulah Allah swt sangat
memperhatikan hambaNya yang
paling getol mendekatkan diri
kepadaNya. Ditengah malam yang
sunyi, dimana orang-orang sedang
tidur nyenyak tetapi hamba Allah
yang pintar mengambil kesempatan
disa ’at itu dengan bermujahadah
melawan kantuk dan dinginnya
malam dan air wudhu ’, bangun
untuk menghadap Khaliqnya, tidak
lain hanya untuk mendekatkan diri
kepadanya.
Demikian juga dengan waktu dhuha,
dimana orang-orang sibuk dengan
kehidupan duniawinya dan mereka
yang tahu pasti akan
meninggalkannya sebentar untuk
kembali mengingat Allah swt,
sebagaimana yang dikatakan oleh
sahabat Zaid bin Arqam ra ketika
beliau melihat orang-orang yang
sedang melaksanakan shalat dhuha:
“ Ingatlah, sesungguhnya mereka
telah mengetahui bahwa shalat itu
dilain sa ’at ini lebih utama.
Sesungguhnya Rasulullah saw
bersabda: “Shalat dhuha itu
(shalatul awwabin) shalat orang
yang kembali kepada Allah, setelah
orang-orang mulai lupa dan sibuk
bekerja, yaitu pada waktu anak-
anak unta bangun karena mulai
panas tempat berbaringnya. ” (HR
Muslim).
Lantas bagaimana tidak senang Allah
dengan seorang hamba yang seperti
ini, sebagaimana janjiNya: “Hai
orang-orang yang beriman
bertaqwalah Kepada Allah
dan carilah jalan yang mendekatkan
diri kepada-Nya, dan berjihadlah
pada jalan-Nya, supaya kamu
mendapat keberuntungan. (QS.
5:35). Diakhir ayat ini terlihat Allah
menyatakan kata “beruntung”
bagi hambanya yang suka
mendekatkan diri kepadanya. Nach..
kalau bicara tentang beruntung
tentu ini adalah rejeki bagi kita. Dan
satu hal yang perlu kita ingat bahwa
rejeki itu bukan hanya bentuknya
materi atau uang belaka. Tetapi
lebih dalam dari itu, segala sesuatu
yang diberikan kepada kita yang
berdampak kebaikan kepada
kehidupan kita didunia dan diakhirat
adalah rejeki. Dan puncak dari segala
rejeki itu adalah kedekatan kepada
Allah swt dan tentu kalau berbicara
ganjaran yaitu kenikmatan puncak
yang paling akhir adalah syurga.
Oleh karena itu para ulama
mengajarkan kita untuk berdo ’a
tentang rejeki ketika selesai shalat
dhuha. Jadi salah satu fadilah
(keutamaan) dari shalat dhuha itu
adalah sarana jalan untuk memohon
limpahan rejeki dari Allah swt.
Disamping itu shalat dhuha ini juga
dapat mengantikan ketergadaian
setiap anggota tubuh kita pada
Allah, dimana kita wajib
membayarnya sebagaimana sabda
Rasulullah saw: “Setiap pagi setiap
persendian salah seorang diantara
kalian harus (membayar) sadhaqah;
maka setiap tasbih adalah sadhaqah,
setiap tahmid adalah sadhaqah,
setiap tahlil adalah sadhaqah, setiap
takbir adalah sadhaqah, amar
ma’ruf adalah sadhaqah,
mencegah kemungkaran adalah
sadhaqah, tetapi dua raka ’at
dhuha sudah mencukupi semua hal
tersebut ” (HR Muslim).
Tetapi yang lebih dalam dari itu lagi
adalah shalat dhuha ini adalah salah
amalan yang disukai Rasulullah saw
beserta para sahabatnya (sunnah),
sebagaimana anjuran beliau yang
disampaikan oleh Abu Hurairah ra:
“Kekasihku Rasulullah saw telah
berwasiat kepadaku dengan puasa
tiga hari setiap bulan, dua raka ’at
dhuha dan witir sebelum
tidur ” (Bukhari, Muslim, Abu
Dawud).
Kalaulah tidak khawatir jika
ummatnya menganggap shalat
dhuha ini wajib hukumnya maka
Rasulullah saw akan tidak akan
pernah meninggalkannya. Para
orang alim, awliya dan ulama
sangatlah menjaga shalat dhuhanya
sebagaimana yang dikatakan oleh
Imam Syafei ’: Tidak ada alasan
bagi seorang mukmin untuk
tidak melakukan shalat dhuha”. Hal
ini sudah jelas dikarenakan oleh
seorang mukmin sangat apik dan
getol untuk mendekatkan diri
kepada Tuhannya ”.
Jadi tidak ada alasan lagi bagi kita
sebagai seorang muslim yang
mempunyai tujuan hidup untuk
mendapatkan ridhoNya
meninggalkan shalat dhuha karena
kesibukan duniawi kita kecuali
karena kelalaian dan kebodohan kita
sendiri.